MENGENAL LEBIH DEKAT ARU” /ANGARU ADALAH SALAH SATU KHASANA, BUDAYA SUKU MAKASSAR

IMG_20211104_084548-1.jpg

Gowa-Benuasulsel.com- Aru (ikrar) atau angaru (berikrar) adalah ikrar/ janji/bahkan sumpah yang diucapkan orang-orang Suku makassar dahulu. Biasanya diucapkan oleh abdi raja kepada rajanya, sebagai penyemangat dalam membela kebenaran, atau Raja mendatangi suatu tempat, baik berupa pesta maupun acara-acara penting lainnya. Kamis( 4/11/2021)

Aru’ dipercayai mengandung nilai magis dan religius. Makanya, Aru harus diungkapkan dengan sungguh – sungguh dan harus dilaksanakan pula dengan sungguh – sungguh.

Angngaru dalam persepsi budayawan Sulsel, merupakan suatu susunan sastra dalam bahasa Makassar, yang diisi dengan kalimat kalimat ikrar atau sumpah setia yang penuh keberanian, yang diucapkan oleh salah saorang tubarani di hadapan Raja.

Pada saat tampil di hadapan Raja, tubarani yang akan angngaru mengambil posisi berlutut dengan posisi badan tegap, tangan kanan memegang badik yang terhunus tetapi, mengarah keatas dengan penuh kemantapan dan keyakinan hati.

Anngaru sebagai tanda atas kesetiaan kepada Raja. Pada masa peperangan, para prajurit yang akan berangkat ke medan perang, terlebih dahulu mengucapkan aru (sumpah setia) di depan Raja. Dia akan berjuang untuk mempertahankan wilayah kerajaan, membela kebenaran, dan tidak akan mundur selangkah pun sebelum melangkahi mayat musuhnya.

Pada saat mengucapkan aru, dapat membakar semangat juang prajurit, menumbuhkan jiwa patriotik di kalangan laskar prajurit. Tradisi suku makassar yang Unik Di masa damai, dalam tradisi pemerintahan Kerajaan dimasa silam, para pejabat kerajaan yang baru diangkat, sebelum melaksanakan tugasnya, terlebih dahulu mengucapkan aru di hadapan Raja, bahwa dia akan bekerja bersungguh – sungguh dalam melaksanakan tugas – tugas pemerintahan kerajaan, dan menjunjung tinggi kemuliaan raja.

Aru yang diucapkan itu pula merupakan dorongan atau motivasi untuk mewujudkan cita – cita dalam membangun kerajaan, pada masa dulu kala, tetapi seiring dengan perkembangan, zaman angngaru di saat ini tinggal dijadikan sebagai pelengkap dalam berbagai acara pesta, dan penyambutan tamu penting di pemerintahan, sebagai wujud penghargaan dan penyemangat bagi tamu yang datang. Siapa lagi kalau bukan kita yang melestarikannya. Semangat Salam Budaya. (RB#).

Berikut ini, kutipan Salah satu Aru Makassar ;

Atta…karaeng (sungguh…karaeng)
Tabe’ kipammoporang mama’ (Permisi maafkanlah aku)

Ridallekang labbiritta (diharibaanmu yang mulia)
Risa’ri karatuanta (di sisi kebesaranmu)

Riempoang matinggita (di tahtamu yang agung)
Inakkemi anne karaeng (akulah karaeng)
Lambara tatassallanna Jeneponto (satria dari tanah Jeneponto)

Nakareppekangi sallang karaeng (akan memecahkan kelak)
Pangngulu ri barugayya (hulu keris di arena)

Nakatepokangi sallang karaeng (akan mematahkan kelak)
Pasorang attangnga parang (gagang tombak di tengah gelanggang)

Inai-naimo sallang karaeng (barang siapa jua)
Tamappatojengi tojenga (yang ‘tak membenarkan kebenaran)

Tamappiadaki adaka (yang menantang adat budaya)
Kusalagai siringna (kuhancurkan tempatnya berpijak)

Kuisara parallakkenna (kululuhkan ruang geraknya)
Berangja kunipatebba (aku ibarat parang yang dihantamkan)

Pangkulu kunisoeyang (kapak yang diayungkan)
Ikatte anging karaeng (engkau ibarat angin karaeng)

Naikambe lekok kayu (aku ibarat daun kayu)
Mirikko anging (berhembuslah angin)

Namarunang lekok kayu (ku rela gugur bersamamu)
Iya sani madidiyaji nurunang (hanya yang kuning gugurkan)

Ikatte je’ne karaeng (engkau ibarat air karaeng)
Naikambe batang mamayu (aku ibarat batang kayu)

Solongko je’ne (mengalirlah air)
Namamayu batang kayu (ku rela hanyut bersamamu)

Iya sani sompo bonangpi kianmayu (di air pasang kami hanyut)
Ikatte jarung karaeng (engkau ibarat jarum karaeng)

Naikambe bannang panjai (aku ibarat benang jahit)
Ta’leko jarung (menembuslah jarum)

Namminawang bannang panjai (aku akan ikut bekas jejakmu)
Iya sani lambusuppi nakontu tojeng (hanya mengikuti kebenaran)

Makkanamamaki mae karaeng (bersabdalah karaeng)
Naikambe mappajari (aku akan berbuat)
Mannyabbu mamaki mae karaeng (bertitahlah karaeng)

Naikambe mappa’rupa (aku akan berbakti) Punna sallang takammayya (bila nanti janji tidak kutepati)

Aruku ri dallekanta (sebagaimana ikrarku di depanmu)
Pangkai jerakku (pasak pusaraku) Tinra bate onjokku (coret namaku dalam sejarah)

Pauwang ana’ ri boko (sampaikan pada generasi mendatang) Pasangngi ri “anak’ tanjari (pesankan pada anak-cucu) Tumakkanayya karaeng (apabila hanya mampu berikrar karaeng .

Salam Budaya:

Ruslan Turatea.

(Visited 2.841 times, 1 visits today)
Muhammad Rustan Salam

Muhammad Rustan Salam

Media Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

scroll to top