*Luwu Utara Sandang Predikat Tingkat Ketimpangan Pendapatan Terendah di Sulsel*

Screenshot_20250315_175533.jpg

LUWU UTARA-Benuasulsel.com-Berbagai cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat pemerataan pendapatan atau ketidakseimbangan pendapatan di dalam masyarakat. Sebut saja dengan metode pengukuran dengan kriteria Bank Dunia.

Di mana Bank Dunia membagi atau mengelompokkan penduduk ke dalam tiga bagian, yakni kelompok pertama ialah kelompok penduduk yang berpendapatan rendah (40% dari jumlah penduduk); kelompok kedua ialah kelompok penduduk yang berpendapatan sedang (40% dari jumlah penduduk); serta kelompok ketiga ialah kelompok penduduk yang berpendapatan tinggi (20% dari jumlah penduduk).

Untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatannya, dapat dilihat dari seberapa besar bagian pendapatan yang dinikmati oleh kelompok pertama, dalam hal ini kelompok penduduk yang berpendapatan rendah.

Dikatakan tingkat ketimpangan tinggi, apabila penduduk pada kelompok pertama menerima bagian pendapatan kurang dari 12% dari jumlah pendapatan, dan dikatakan tingkat ketimpangan sedang apabila penduduk pada kelompok pertama menerima bagian pendapatan antara 12% sampai dengan 17% dari jumlah pendapatan.

Sementara dikatakan ttingkat ketimpangan rendah apabila penduduk berpendapatan rendah menerima bagian pendapatan di atas 17 persen.

Selain dengan metode kriteria Bank Dunia, ada juga metode yang disebut Koefisien Gini atau Gini Ratio. Di mana metode ini menggunakan alat ukur dengan grafik kurva Lorenz, sehingga jika kurva Lorenz mendekati diagonal grafik, menggambarkan pendapatan/pengeluaran yang makin merata karena nilai gini ratio makin kecil.

Dalam hal ini, nilai gini ratio yang mendekati nol menunjukkan bahwa distribusi pendapatan makin merata atau distribusi pendapatan hampir sama di setiap penduduk.

H.T. Oshima membagi tingkat ketimpangan pendapatan berdasarkan gini ratio ke dalam tiga tingkatan, yaitu: (1) Apabila nilai gini ratio lebih kecil dari 0,4 point, maka dikategorikan pada Tingkat Ketimpangan Pendapatan (TKP) rendah; (2) Apabila nilai gini ratio antara 0,4 – 0,5 masuk kategori TKP; dan (3) Apabila nilai gini ratio lebih dari 0,5 point, masuk kategori TKP tinggi.

Luwu Utara dalam tiga tahun terakhir telah memiliki nilai gini ratio yang makin mengecil alias menurun. Di mana pada 2022, berada pada kisaran 0,349 point, 2023 menurun ke 0,342 point, dan 2024 kembali terjadi penurunan yang sangat signifikan ke level 0,272 point.

Sehingga menjadikan Luwu Utara sebagai daerah dengan Tingkat Ketimpangan Pendapatan terendah di Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) atau dapat juga dikatakan sebagai daerah dengan distribusi pendapatan ke masyarakat yang paling merata di Sulsel.

Di awal kepemimpinan Bupati Andi Abdullah Rahim dan Wakil Bupati Jumail Mappile di 2025 ini dalam menakhodai Kabupaten Luwu Utara, tentu ini menjadi momentum yang sangat baik dan menguntungkan.

Dengan baseline yang ada, menjadikan jalan mulus menuju pada pemenuhan atas kebutuhan dasar, sarana dan prasarana peningkatan produktivitas 17 sektor ekonomi, sosial-budaya serta pelayanan di semua lini, dapat makin terpenuhi dan meningkat.

Sehingga melalui perencanaan yang baik dan dengan kebersamaan, sinergi dan kolaborasi bagi seluruh pemangku kepentingan yang ada, serta partisipasi seluruh masyarakat, dan optimalisasi pengelolaan fiskal yang makin baik, maka peningkatan pencapaian Indikator Kinerja Pemerintah Daerah juga akan makin optimal. (Aspar/LHr#)

Penulis: Drs. H. Aspar

(Visited 8 times, 8 visits today)
Muhammad Rustan Salam

Muhammad Rustan Salam

Media Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *