Lukman Hakim Saifudin: Inti Pokok Ajaran Agama adalah Nilai-nilai Universal

IMG-20211118-WA0066.jpg

MINAHASA UTARA|benuasulsel.com-Hari kedua pasca dibukanya kegiatan Konferensi Nasional FKUB Ke VI di Hotel Sutan Raja di Minahasa Utara, Kakanwil Kemenag Sulsel, H. Khaeroni dan Kakankemenag Kab./Kota, Pengurus FKUB Propinsi dan Kabupaten Kota se Sulawesi Selatan mengikuti kegiatan Pentaloka Nasional dengan tema “Membangun Indonesia Aman dan Nyaman” pada Konferensi Nasional FKUB Ke-VI Indonesia yang dipusatkan di Sulawesi Utara.

Pentaloka Nasional kali ini menghadirkan tokoh yang juga penggagas utama moderasi beragama yakni mantan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin yang tampil pertama membawakan materi beserta beberapa nara sumber dari Kementerian PMK, Kemendagri dan Kementerian Agama Nifasri.

Kegiatan yang diawali do’a pembuka oleh Kakanwil Kemenag Sulut H. Anwar Abubakar itu, dipandu moderator yang juga Rektor IAKN Manado Jeane M. Tulung dihadiri ratusan peserta dari Forum Kerukunan Umat Beragama dan Kakanwil Kemenag seluruh Indonesia. Kamis, 18 November 2021.

Lukman Hakim Saifuddin (LHS) dalam penyampaiannya mengajak para hadirin, tokoh agama dan Pimpinan Kemenag perwakilan provinsi dan Kabupaten/kota seluruh Indonesia memperkuat dan mensosialisasikan Moderasi beragama.

“Moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap dan perilaku beragama dalam kehidupan bersama. Dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan, berlandaskan pada prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan Bersama,” tuturnya.

Menurut LHS, inti pokok ajaran agama adalah pada nilai-nilai universal. Karena semua agama mengajarkan saling menghormati, mengasihi dan memuliakan sesama manusia serta membangun kemaslahatan bersama.

Agama hadir ke muka bumi bertujuan untuk menjaga, memelihara, dan melindungi harkat, martabat, serta derajat kemanusiaan. Namun, justru belakangan ini muncul fenomena orang beragama yang eksklusif. Hal ini bertentangan inti ajaran agama yang mengajarkan keterbukaan atau inklusivitas.

“Setelah eksklusif menjadi segregatif, memisah-misahkan. Padahal beragama itu mestinya integratif, karena agama mengajarkan agar kita menyatukan keragaman atau perbedaan yang ada di tengah-tengah kita. Keragaman itu hakikatnya given, sesuatu yang memang begitulah Tuhan menghendakinya,” terang mantan Menag periode pertama Jokowi-JK itu.

Setelah perbuatan segregatif itu, lalu muncul sikap beragama yang konfrontatif atau mengajak pada permusuhan. Sementara dalam beragama, lanjut dia, harus bersikap kooperatif atau bersinergi, saling mengisi, dan melengkapi.

“Tapi ini kok justru malah konfrontatif, menghardik ini-itu, mencaci, mencela, membangun permusuhan, bahkan menggunakan cara-cara kekerasan terhadap yang berbeda. Ini sesuatu yang justru mengingkari inti atau esensi pesan utama ajaran pokok agama itu sendiri,” tegas putra Mantan Menag KH Saifuddin Zuhri itu.

Kalau perilaku eksklusif, segregatif, dan konfrontatif dikedepankan maka pola beragama menjadi destruktif atau merusak, bukan justru konstruktif atau membangun. Padahal tujuan beragama untuk membangun kemaslahatan bersama.

“Ini satu fenomena yang menjadi tantangan tersendiri dalam kehidupan keberagamaan kita yang sebenarnya, padahal dalam konteks Indonesia para Guru, Ulama, Kyai, Tokoh Agama dan orangtua kita dahulu selalu mengajarkan tentang kebaikan dan kebersamaan,” tutupnya.

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Kesbangpol Sulut Steven Liouw, Bapati/Wakil Bupati, Walikota/Wakil Walikota se Sulawesi Utara, Sejumlah Kakanwil dan Kakan Kemenag Se-Kabupaten/Kota se Indonesia dan para tokoh agama dilingkungan FKUB Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Indonesia. (WrdB#)

(Visited 135 times, 1 visits today)
Muhammad Rustan Salam

Muhammad Rustan Salam

Media Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

scroll to top