Gowa)BenuaSulSelCom. Kesimpang-siuran informasi di media sosial Ichwal pembayaran pembebasan tanah milik warga masyarakat lokasi Bendungan Je’nelata yang dikelola Balai Besar Wilayah Sungai Pompengan Je’neberang (BBWSPJ) Sulsel mendapat reaksi dan kecaman Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LSM GEMPA Indonesia, Amiruddin, SH.
Karaeng Tinggi sapaan akrab Ketua Umum DPP LSM GEMPA, Amiruddin, SH mengatakan, pengadaan tanah Bendungan Je’nelata oleh Badan Pertahanan Kab.Gowa dan pengguna anggaran pembayaran pembebasan lahan oleh BBWSPJ SULSEL semestinya warga masyarakat tidak lagi disuguhi informasi yang simpang siur, apalagi via media sosial.
Ketua Umum (Ketum) DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin, SH menyebutkan, informasi yang tak menentu itu tidak terjadi terhadap pengadaan tanah Bendungan Je’nelata dan tak perlu dimasalahkan terlebih berlarut pihak terkait baik Kejaksaan Negeri Gowa maupun Badan Pertahanan Gowa.
Menurut Karaeng Tinggi yang kencang dan getol melakukan kontrol lewat LSM yang dinakhodainya, adalah mengantisipasi mafia tanah yang menggunakan kesempatan dalam kesempitan proyek Bendungan Je’nelata.
Apalagi katanya, kalau Oknum mafia tanah bermain mata dengan pemangku jabatan dan wewenang terpesona dengan janji fee? Bagaimana mengatur dan mulus? Ujarnya di Sekretariat DPP LSM Gempa di hari Senin (7/2).
Disebutkan Karaeng Tinggi, itu yang berbahaya dan merugikan warga masyarakat dalam rencana pembangunan Bendungan Je’nelata yang peruntukannya kepentingan umum, namun ada mengeruk keuntungan besar, tuturnya.
Sehingga yang amat sangat perlu adalah keterbukaan informasi dari Panitia Pengadaan dan Pembebasan lahan lokasi Bendungan Je’nelata utamanya berapa harga permeter, tegas Karaeng Tinggi.
Jadi tak alternatif kecuali harus transparan Panitia Pengadaan dan Pembebasan Tanah termasuk BBWSPJ Sulsel sehingga tidak terjadi dan terulang seperti kasus pengadaan tanah di Bendungan Karaloe dan Bendungan Pammukkulu, kenang Karaeng Tinggi tersenyum sinis.
Keterbukaan harga itulah lanjut nya, pihak Kejaksaan Negeri Gowa yang membutuhkan pengawasan ketat sebagai salah unsur penegak hukum.
Ketum DPP LSM Gempa Indonesia, Amiruddin, SH menyebutkan, BPN Gowa yang mengacu Undang Undang no.2/2012 tentang pengadaan tanah untuk pembangunan kepentingan umum dan secara teknis operasional berpijak Perpres no.26/2005 diperbaharui no.65/2005 tentang tanah pelaksanaan pembangunan kepentingan umum pasal 9, mengatur pemegang hak atas tanah sudah barang tentu tak akan ada muncul masalah, jelas Karaeng Tinggi.
Ketum DPP LSM Gempa Indonesia menegaskan, terkait pemilikan tanah maksimum luas lahan setiap warga masyarakat yang di atur Undang Undang Pokok Agraria no 5/1961 paling banyak alias maksimum 20 Ha/setiap orang di wilayah daerah/kabupaten kecuali yang padat penduduk dan ramai maksimal 5 Ha/orang, katanya menegaskan.
Jadi sekali ujarnya, mengulang Panitia Pengadaan dan Pembebasan lahan harus transparan soal harga tanah permeter dan harga tanaman, harapnya mengingatkan, semoga.(Ruslan/Burnas-Omank).