Di zaman yang serba cepat ini informasi sangatlah cepat bahkan melebihi rotasi bumi, pada porosnya, apalagi dijaman yang serba wah…!, Didukung dengan adanya internet membuat siapa saja mampu untuk mengirimkan berbagai macam informasi bahkan sebuah berita kepada siapapun tanpa peduli dengan dampak yang akan ditimbulkannya.
Profesi Jurnalis dari masa kemasa adalah profesi ini sangatlah berperan penting atas kemajuan revolusi dunia. Mulai dari Zaman Perang Dunia pertama hingga zaman Orde Baru di Indonesia–peran para Jurnalis sangatlah begitu penting, hingga muncul sebuah julukan yaitu ‘separuh diplomat separuh detektif’. Namun dimasa sekarang, pekerjaan mulia itu banyak ternodai oleh oknum-oknum Jurnalis, yang melupakan kode etik jurnalistiknya demi setumpuk rupiah” dan kentalnya kekerabatan yang mendominasi sehingga tugas utama terkadang terabaikan.
Perlu diketahui bahwa di dalam deretan kode etik jurnalistik dijelaskan bahwa seorang Jurnalis harus mempunyai itikad baik. Jika itikad itu dilupakan maka kode etik lainnya juga akan ikut rusak, Seorang Junalis harus menyajikan sebuah berita secara faktual dan berimbang bukan opini, apalagi berita bohong dan fitnah, serta seorang Jurnalis idealnya sebagai sosial kontrol, bukan sebagai kontrol amplop semata.
Seorang Jurnalis dalam membuat sebuah berita tentang suatu kebohongan, maka bayangkan saja milyaran juta orang di negeri ini akan ikut berbohong dan memproduksi dosa. Padahal ketika kita berbuat dosa kepada satu orang saja maka kita harus benar-benar meminta maaf supaya orang yang kita sakiti memaafkan. Lantas bagaimana dengan milyaran juta orang yang telah kita bohongi? Lantas bagaimana cara kita meminta maaf kepada mereka? Terlebih lagi jika kita melihat dampak yang akan ditimbulkannya, tentunya akan sangat merugikan banyak pihak, dan nantinya kita tanggung diakhirat. Nausubillah minsalik.
Namun di sisi lain apabila seorang Jurnalis mau beritikad baik dengan cara mengamalkan kode etik jurnalistik yang sudah disepakati bersama maka berapa milyar pahala yang akan ia terima? Sungguh tidak terhitung jumlahnya.
Intinya, seorang Jurnalis bisa menentukan surga dan neraka bagi dirinya sendiri serta hitam putihnya terletak dipenanya, yang nantinya suatu saat akan dipertanggung jawabkan didunia apalagi diakhirat kelak nanti, pungkasnya.
Demikianlah pokok bahasan ini kami paparkan, Besar harapan kami, tulisan ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan sekaligus introfeksi untuk diri sendiri dan kalangan banyak, Karena keterbatasan pengetahuan dan referensi, Penulis menyadari bahasan ini masih jauh dari sempurna, Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan agar tulisan ini dapat disusun menjadi lebih baik lagi dimasa yang akan datang. Salam literasi.
(Redaksi)