LUWU UTARA-Benuasulsel.com-Tiga tahun terakhir, ada kecenderungan masyarakat ⁶⁶ Utara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya menggeser status pekerjaan utamanya dari bekerja secara bebas dan dari berusaha dibantu buruh tetap menjadi berusaha sendiri, dan dalam tiga tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan, yaitu dari 18,46% tahun 2021 menjadi 19,96% tahun 2022 dan secara signifikan meningkat menjadi 22,11% di tahun 2023.
Juga didukung dengan makin tingginya kepedulian keluarga dalam mendukung peningkatan penghasilan keluarga. Di mana ada kecenderungan keluarga dalam satu rumah tangga ikut membantu keluarga atau kepala rumah tangga dalam memperkecil biaya antara, mempercepat proses penyelesaian pekerjaan dan dalam upaya peningkatan nilai produksi.
Hal ini ditujukan dengan peningkatan persentase status pekerjaan utama sebagai pekerja keluarganya dari 20,53% tahun 2020 yang terus meningkat menjadi 25,54% pada tahun 2023. Fenomena ini makin memperkecil Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Luwu Utara yang dalam tiga tahun, bahkan dalam empat tahun terakhir terus menurun. Di mana pada 2020, TPT Luwu Utara berada pada kisaran 3,01% dan pada 2023 turun signifikan menjadi 2,63%.
Tidak dimungkiri bahwa gejala perubahan tingkat kesejahteraan masyarakat Luwu Utara akhir-akhir ini makin kelihatan. Selain perubahan status pekerjaan utama masyarakat, juga terlihat pada perubahan persentase golongan pengeluaran per kapita masyarakat Luwu Utara.
Di mana masyarakat yang memiliki golongan pengeluaran per kapita antara 300.000 – 499.999 pada 2020 berada pada kisaran 24,64%, pada 2021 kembali turun menjadi 19,60%, pada 2022 juga kembali turun hingga mencapai 12,78% dan penurunan yang paling dalam terjadi pada 2023 hingga menembus angka 4,66%.
Lalu ke mana arah pergeseran peningkatan nilai golongan pengeluaran masyarakat setelah meninggalkan golongan pengeluaran 300.000-499.999? Persentase pengeluaran masyarakat bergeser ke tingkat pengeluaran yang lebih tinggi, yaitu golongan pengeluaran 500.000-749.999 yang pada 2019 berada pada kisaran 23,67% meningkat menjadi 28,98% tahun 2020 dan meningkat menjadi 31,10% di 2021.
Lalu ke mana yang lainnya, yaitu golongan pengeluaran 750.000-999.999 yang pada 2020 sebesar 12,29% meningkat menjadi 15,10% di tahun 2021, menjadi 16,07% tahun 2022 dan meningkat secara signifikan menjadi 18,01% di tahun 2023.
Tak hanya sampai di situ, ternyata ada lagi yang naik ke golongan pengeluaran 1.000.000-1.499.999 yang sejak 2018 sebesar 16,07% terus meningkat setiap tahunnya hingga pada 2023 telah mencapai 26,54%.
Dan yang terakhir ada yang melejit ke golongan pengeluaran di atas 1.500.000. Di mana pada 2021 tercatat masyarakat Luwu Utara yang memiliki pengeluaran di atas Rp1,5 juta berada pada kisaran 10,30%, pada 2022 meningkat menjadi 19,14% dan pada 2023 kembali meningkat secara signifikan menjadi 26,18%.
Maka tak heran kalau angka kemiskinan pada 2008 sebesar 18,38% turun menjadi 16,24% tahun 2010, dan pada 2013 kembali menurun menjadi 15,53%, 2016 menjadi 14,36% dan 2020 terus menurun dari 13,41% menjadi 12,66% pada 2023 dan pada akhirnya Luwu Utara untuk pertama kalinya keluar dari zona kabupaten termiskin di Sulawesi Selatan.
Memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Penanganan kemiskinan di Luwu Utara telah direncanakan dan dilaksanakan secara massif dengan pendekatan Program Pengurangan Beban, Program Peningkatan Pendapatan dan Program Pengurangan Kantong-kantong Kemiskinan.
Melalui program pengurangan beban dengan pemenuhan akan konsumsi makanan penduduk miskin. Setiap tahun pemerintah menyalurkan bantuan melalui program BLT, PKH plus Sembako, BPNT, PIP dan BPJS dengan rata-rata anggaran sebesar Rp236,65 Miliar per tahun.
Sementara untuk program peningkatan pendapatan, pemerintah telah melaksanakan program tenaga kerja, bantuan modal/peralatan dan pola pekarangan dengan total anggaran Rp781.150.000. Untuk program pengurangan kantong-kantong kemiskinan, pemerintah telah memenuhi akan lingkungan dan perumahan serta fasilitasnya sebagai upaya pemenuhan akan non makanan penduduk miskin, dengan pembangunan terhadap rumah tidak layak huni melalui program BSPS aspirasi anggota DPR-RI, Muhammad Fauzi, juga bantuan dari Pemprov Sulsel dan Pemda Luwu Utara.
Selain itu, juga ada bantuan fasilitas perumahan berupa program H-ALS (jamban keluarga) yang sudah mencapai 1.679 unit, bantuan air bersih melalui program SPAM yang sudah mencapai 5.893 rumah tangga, termasuk bantuan dari private sector dan lembaga filantropi berupa penyambung PDAM gratis dan pemasangan KWH gratis. (ASP/LHr)