SENGKANG||Benuasulsel.com-Terkait rencana Bupati Wajo menggelar Tabligh Akbar dan silaturahmi bersama Gubernur Sulawesi Selatan dengan menghadirkan Dr. Firanda Andirja sebagai pembawa kajian mendapat penolakan dari Keluarga Besar Nahdlatul Ulama (KBNU) Kabupaten Wajo.
Aksi penolakan ini juga mulai gencar beredar di sejumlah media sosial, seperti Facebook dan WhatsApp grup. Seluruh Badan Otonom (Banom) NU menyatakan menolak kehadiran Dr Firanda ini.
Mereka menilai, Pemerintah Daerah Wajo kurang jeli melihat kondisi umat di daerah yang berjuluk Kota Santri ini, sebagaimana diketahui bahwa sebagian besar warga Wajo bermazhab Syafi’i, yang sangat berbeda jauh dari cara pandang Dr Firanda ini.
Hal itu juga diungkapkan oleh Kader GP Ansor Wajo, Muammar dalam keterangan persnya, Kamis (24/03/22).
Dia menegaskan, aksi penolakan Dr Firanda ini sebenarnya menyangkut persoalan Manhaj atau metode berpikir Islam Ahlussunnah Wal Jamaah (Aswaja), khususnya di Kabupaten Wajo yang selama ini banyak melakukan amaliah-amaliah, seperti pelaksanaan atau peringatan Maulid Rasul, Isra dan Mi’raj, 10 Muharram, dan acara-acara tasyakuran atau Barzanji.
“Namun hal ini bertentangan dengan konsep atau metode berpikir dari Dr Firanda, yang pemikirannya bisa menjadi masalah besar di Kabupaten Wajo dan ini juga menciderai karismah dari para ulama atau panrita yang ada di Wajo dimana tradisi ini sudah sejak lama kita jaga sudah sejak lama kita jaga dan sudah diwarisi dari generasi ke generasi,” ujar Muammar yang juga mantan Ketua Umum PC PMII Wajo ini.
Kader GP Ansor, Muammar menegaskan, pihaknya menolak rencana Bupati Wajo untuk hadirkan Dr Firanda. (Ars)
Amalan-amalan ini pun, lanjut Muammar, juga ada dalil-dalilnya bukan hanya sekedar mempertahankan tradisi dari para kiai atau panrita kita. Ini hanya persoalan doktrin dari Dr Firanda dengan pemahaman yang terbatas sehingga KBNU Wajo mau mencegah supaya di Kabupaten Wajo tidak tersebar embrio-embrio Wahabi yang menurutnya, mereka Islam yang datangnya belakangan tapi nampaknya solehnya seakan sudah paling benar.
“Tidak nyambung kalau Dr Firanda dimasukkan di Wajo, dimana lumbung Ulama di sini bermazhab Syafi’i. Jadi kalau dimasukkan di sini bisa saja menjadi sebuah problem. Ini bukan persoalan apa yang disampaikan nantinya, tapi ini persoalan sikap dakwahnya Dr Firanda itu lancang karena ketika ngomong semaunya sendiri, seolah-olah kebenarannya hanya ada pada dirinya sendiri. Itu yang jadi persoalan,” tegasnya.
Untuk itu, sejumlah kader KBNU Wajo langsung melakukan audiens bersama Kapolres Wajo di Mapolres Wajo.
Sementara Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Sekretariat Daerah (Setda) Wajo, Ernawati Aras memberikan respon terkait gejolak yang muncul dari KBNU Wajo ini.
Ernawati menuturkan, pihak panitia akan melakukan rapat koordinasi bersama Kapolres Wajo, Dandim 1406 Wajo, Jajaran MUI Kabupaten Wajo serta tokoh agama lainnya.
“Atas instruksi Bupati Wajo melalui Ketua Panitia, rapatnya akan dilaksanakan besok malam,” ucapnya. (REDB#)