MAKASSAR-Benuasulsel.com-Dalam rangka memperkuat upaya konservasi dan pengelolaan berkelanjutan di Bentang Alam Seko – Rongkong, diadakan pertemuan Forum Kolaborasi pada 13 – 14 Februari 2025 di Hotel Harper Perintis, Makassar, Sulawesi Selatan.
Forum ini bertujuan merumuskan strategi pengelolaan Kawasan Bernilai Ekosistem Penting bagi Konservasi Keanekaragaman Hayati (KBEPKKH) yang telah ditetapkan melalui Surat Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 1160/X/2024.
Kegiatan ini dibuka oleh Kepala Bidang (Kabid) DAS dan Konservasi Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan, Andi Nazaruddin K., S.P., yang hadir mewakili Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Sulawesi Selatan.
Dalam sambutannya, Andi Nazaruddin mengatakan bahwa pembentukan Forum Kolaborasi ini penting guna memastikan keberlanjutan konservasi keanekaragaman hayati melalui penyusunan aturan kelembagaan serta sistem tracking kegiatan yang terintegrasi.
Hal tersebut, kata dia, sangat penting untuk memperkuat ketahanan ekosistem, menjaga kualitas lingkungan hidup, dan mendukung pencapaian pembangunan nasional secara berkelanjutan. “Pelestarian lingkungan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga butuh adanya keterlibatan semua pihak dalam mencapai tujuan,” ujarnya.
Sementara itu, Plt. Kepala Balai Besar KSDA Provinsi Sulawesi Selatan, T. Heri Wibowo, S.Hut., M.Eng., mengatakan bahwa forum kolaborasi ini juga memberi kesempatan bagi para peserta untuk memperkaya pembahasan aturan kelembagaan dan strategi kolaborasi.
Ia juga mengatakan bahwa Bentang Alam Seko – Rongkong juga mendukung konservasi kawasan Taman Nasional (TN) Gandang Dewata, serta habitat spesies kunci, seperti anoa pegunungan atau Bubalus quarlesi.
“Sebelumnya, telah dirancang sebuah kawasan KBEPKKH yang diproyeksikan dapat mendukung TN Gandang Dewata. Kami mengapresiasi pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan atas inisiatif dan komitmen mereka dalam melindungi wilayah bernilai ekologis penting dengan mendorong pembentukan regulasi pengelolaan,” kata Heri.
Ia pun berharap, regulasi yang disusun tersebut dapat diimplementasikan secara berkelanjutan dan efektif di tingkat tapak.
Diketahui, Bentang Alam Seko – Rongkong mencakup 74.811,98 ha di Luwu Utara dan merupakan bagian dari Pegunungan Quarles. Berdasarkan hasil kajian inventarisasi dan verifikasi yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020, dan didukung oleh kajian Nilai Konservasi Tinggi (NKT) yang dilakukan secara kolaboratif sejak 2022 – 2023, sebagian besar area berhutan di Lutra memiliki nilai keanekaragaman hayati tinggi.
Terdapat 183 spesies flora dan fauna di area tersebut. Salah satu di antaranya adalah 52 spesies endemik Sulawesi. Tak hanya menjadi habitat satwa langka, kawasan ini juga berperan dalam penyediaan jasa ekosistem, seperti pengaturan siklus air, pengendalian banjir, perlindungan sumber daya genetik, dan polinasi.
Nilai sosial budaya kawasan ini juga tak kalah tinggi. Adanya pemanfaatan sumber daya alam (SDA) secara tradisional oleh masyarakat setempat, serta keberadaan 28 situs arkeologi yang mencerminkan sejarah panjang permukiman manusia di wilayah ini, membuktikan hal itu.
Dengan demikian, penting untuk menjadikan Bentang Alam Seko – Rongkong sebagai prioritas konservasi dan pengelolaan berkelanjutan.
Sekadar diketahui, dalam forum ini, para pemangku kepentingan membahas dan menyepakati rencana aksi final, aturan dasar kelembagaan, dan sistem pemantauan yang bertujuan untuk memastikan efektivitas pengelolaan kawasan.
Diskusi juga melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemerintah daerah hingga perwakilan komunitas lokal. Pembahasan terbagi dalam beberapa kelompok diskusi yang mencakup aspek konservasi ekosistem, tata kelola kelembagaan, strategi pemantauan dan evaluasi, serta perencanaan pembangunan berkelanjutan.
Forum kolaborasi ini juga diharapkan dapat menghasilkan dokumen strategis yang implementatif untuk memastikan kawasan ini tetap memberikan manfaat ekologi, sosial, budaya, serta ekonomi bagi masyarakat itu sendiri. (LHr#)