*BELAJAR BERPOLITIK SEHAT ALA FOKE*

Screenshot_20240224_120430.jpg

LUTRA-Benuasulsel.com-Masih ingat Foke? Kalau masih belum ingat, saya ubah pertanyaannya. Masih ingat Fauzi Bowo? Orang Jakarta pasti tahu. Fauzi Bowo yang akrab disapa Foke adalah Gubernur DKI Jakarta periode 2007 – 2012. Dengan ciri khas kumis tebal dan memiliki senyum yang manis serta berkacamata, membuat dia sangat mudah dikenali.

Foke menjabat Gubernur DKI Jakarta mulai 15 Oktober 2007 sampai 15 Oktober 2012, setelah Sutiyoso menjabat Gubernur DKI Jakarta sebelumnya. Pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta periode 2012-2017, Foke kembali maju sebagai incumbent dengan didukung oleh berbagai infrastruktur politik dan kekuasaan yang begitu besar.

Pilkada DKI Jakarta kala itu begitu menarik, karena diikuti enam pasangan calon, yakni Foke-Nachrowi Ramli, Hendardji Soepandji-Ahmad Riza Patria, Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini, Faisal Batubara-Biem Triani Benjamin, Alex Noerdin-Nono Sampono, dan Jokowi-Ahok. Pasangan yang disebut terakhir sangat menyita perhatian publik.

Pasalnya, Jokowi-Ahok adalah the rising star dalam dunia politik tanah air. Jokowi yang bernama lengkap Joko Widodo adalah Wali Kota Solo yang sangat sukses. Ia dinilai sebagai figur yang sangat sederhana, merakyat, dan egaliter. Masyarakat sangat mencintai Jokowi. Terbukti, saat ia kembali maju di Pilkada berikutnya, ia memperoleh suara 92,19 persen.

Fantastis! Satu kata cukup menggambarkan sosok Joko Widodo kala itu. Pasangannya, Ahok, setali tiga uang. Pria keturunan Tionghoa bernama asli Basuki Tjahaja Purnama ini sebelumnya adalah Bupati Bangka Belitung yang sangat dikenal karena ketegasan dan kejujurannya. Mereka maju membawa nama baik dan narasi-narasi yang begitu privilese.

Kendati Pilkada DKI diikuti enam pasangan calon, pasangan Foke-Nachrowi dan Jokowi-Ahok paling menyita perhatian publik tanah air, khususnya Jakarta. Tanpa meremehkan empat pasangan calon lainnya, nama besar Foke dan pendatang baru yang memesona, Jokowi, menjadi magnet kuat yang begitu menguasai pemberitaan media kala itu.

Dari sejumlah lembaga survei, pasangan Foke-Nachrowi serta Jokowi-Ahok sangat diunggulkan untuk bisa melaju ke putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. Salah satu lembaga survei yang paling kredibel, Lembaga Survei Indonesia (LSI), mengunggulkan kedua pasangan ini. Benar saja, Foke dan Jokowi berhasil melaju ke putaran kedua, dan harus head to head.

Sejatinya, Pilkada adalah ajang “penghakiman” bagi calon kepala daerah yang kembali maju alias kepala daerah incumbent atau petahana. Pilkada kedua bagi kepala daerah petahana adalah ajang pembuktian apakah dirinya dinilai berhasil menyejahterakan rakyatnya atau tidak. Foke kala itu begitu yakin bisa kembali mengambil hati publik Jakarta.

Tak ada yang salah dengan keyakinan dan optimisme dari seorang Foke. Seperti itulah seorang politikus sejati. Maklum, Foke dan Nachrowi didukung banyak partai. Sebut saja Partai Golkar, Partai Demokrat, PAN, Partai Hanura, PKB, PBB, PKNU, PMB, PPP dan PKS. Sementara Jokowi-Ahok “hanya” didukung Partai Gerindra dan PDI Perjuangan. Jokowi dikepung oleh hegemoni Foke bersama partai pengusungnya.

Jika di putaran pertama Foke-Nachrowi sangat diunggulkan di hampir semua lembaga survei yang ada, maka pada putaran kedua ini justru terbalik. Mayoritas lembaga survei kini mengunggulkan Jokowi-Ahok untuk dapat memenangkan Pilkada DKI 2012. Benar saja, berdasarkan real count KPU, Jokowi meraup suara terbanyak, 53,82%. Sementara Foke 46,18%.

Yang menarik adalah, kebesaran jiwa seorang Foke tatkala dirinya dinyatakan “kalah” oleh hampir semua lembaga survei. Sebut saja LSI, Indobarometer, Indonesian Network Election Survey (INES), Jaringan Suara Indonesia (JSI), Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Lingkaran Survei Indonesia, dan Litbang Kompas. Semua lembaga survei memenangkan Jokowi.
Tanpa harus menunggu penghitungan resmi dari KPU, Foke secara ksatria langsung memberikan ucapan selamat kepada Jokowi kala itu. Hebatnya, ucapan selamat tidak melalui perantara media, melainkan langsung memberikan ucapan selamat kepada Jokowi melalui telpon. Tindakan ksatria Foke ini mendapat apresiasi yang luar biasa dari berbagai kalangan.

Bayangkan, masih dari hasil quick count (hitung cepat) saja, Foke sudah memberikan contoh yang baik bagaimana berpolitik secara sehat. Foke memberikan teladan yang baik bahwa dalam setiap pesta demokrasi, semua kontestan dan para pendukungnya mesti harus siap menerima apapun hasilnya. Jangan hanya siap menang, tetapi tidak siap menerima kekalahan.

Foke paham betul bahwa hasil quick count atau hitung cepat dari semua lembaga survei dapat dipertanggungjawabkan sebagai produk penelitian yang dikerjakan secara profesional, objektif dan dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip akademis dan ilmiah, sehingga hasilnya, sekali lagi, dapat dipertanggungjawabkan. Diketahui, hasil quick count tak jauh beda dengan real count.

Kalau kita flashback kembali pada 2014 silam, saat itu Anies Baswedan, masih menjabat sebagai Rektor Universitas Paramadina, pernah mengatakan bahwa proses quick count atau hitung cepat itu ibaratnya seperti proses pengambilan sampel darah seseorang di laboratorium. “Kalau tidak percaya dengan sampel jangan periksa darah lagi di laboratorium,” ucap Anies kala itu.

Anies menganalogikan quick qount seperti pengambilan sampel darah di lab karena proses quick count pun juga melalui proses pengambilan sampel. Sebenarnya ini hanya persoalan waktu. Saya meyakini semua kembali saling rangkul. Jimly Asshiddiqie pernah mengatakan, suara marah dan segala emosi kebencian pascapemilu cermin tingkat peradaban dalam berdemokrasi. Nikmati saja apa adanya. Nanti, pada saatnya pasti reda kembali. Negara kita berkedaulatan di tangan 270-an juta rakyat, bukan di tangan segelintir orang yang sedang marah yang mesti diajak tenang.

Berikut penuturan Jokowi usai mendapat telpon dari Foke yang dikutip dari berbagai sumber: “Baru dua menit lalu, Pak Foke menelpon saya, memberikan ucapan selamat. Saya juga memohon maaf kalau selama ini sering membuat repot beliau. Beliau mengiyakan dan menitip salam untuk keluarga. Saya juga berharap beliau dapat membantu saya karena beliau menguasai lapangan, dan beliau menyanggupinya,” tutur Jokowi kala itu. Salam demokrasi tanpa kebencian. (LHr#)

(Visited 21 times, 1 visits today)
Muhammad Rustan Salam

Muhammad Rustan Salam

Media Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *