BANYAK “ORANG JENEPONTO YANG TIDAK TAHU ADAT.” INI JAWABANNYA.

IMG_20211219_065511-1.jpg

Gowa) BenuaSulSel.Com. Kebebasan berpendapat dan mengeluarkan ide dan gagasan dijaman kemerdekaan ini, sah-sah saja karena kita sudah diatur dan diperbolehkan dalam kebebasan mengemukakan pendapat, yang termaktup didalam pasal 28 Pembukaan UUD. 45. Tapi miris jadinya dengan tanda “Kutip” ngomongan Ta’, ngelantur jadinya….atau Iriko kapang.. ?, Sebab yang kita ngomongin Kampungta sendiri, seakan- seakan menyudutkan warga Jeneponto….? Kenapa karena dengan pernyataanta, di suatu tulisan menyatakan “ADA ORANG JENEPONTO YANG TIDAK TAHU ADAT.”

Nah…! sesuatu yang menggelitik dan menarik untuk dikupas tuntas, agar pernyataan ini, tidak menyesatkan dan mengaburkan sejarah masa lalu, yang selama ini warga turatea hidup berdampingan, aman tentram tanpa, membedakan-bedakan suku, ras dan agama. Kita harusnya bijak dalam berpikir dan melontarkan argumentatif, dengan pertimbangan yang matang, dan jangan mengambil suatu keputusan yang cuma menjastifikasi sesuatu tanpa melalui analisa yang akurat , pada akhirnya muncul pendapat berdasar pada asumsi yang sifanya pribadi karena iri dan dengki hingga dapat mencederai keutuhan warga khususnya di Kabupaten jeneponto, Turatea.

Mengulit tentang pernyataan ini, yang dilontarkan pada seminar Budaya, beberapa waktu lalu dalam festival Budaya yang diadakan di Bontoramba jeneponto, dengan pernyataan kalimat ini”,
Apakah judul bacot ini terlalu keras? Tidak. Judul di atas masih amat lembut. Kalau mau lebih keras, saya akan pakai kata “banyak”. Maka, judulnya akan berubah menjadi Banyak Orang Jeneponto yang ‘Tidak Tahu Adat'”. Itu baru keras, malahan kasar.
Pernyataan inikan, mengundang tanya yang kasar itu siapa….? dan sampai dimana keilmuan anda, dalam mengulik tentang adat dan budaya, sehingga dengan begitu mudahnya memponis tanpa memikirkan dampaknya, yang ujung-ujungnya bisa mendamprak muka sendiri.

Baiklah kita menarik dari rumus dalam pengertiannya apa itu adat. Adat adalah gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan di suatu daerah. Jadi kalau kita mengambil suatu kesimpulan bahwa adat itu adalah otoritas daerah, sehingga tergantung dari masyarakat setempat atau minimal orang yang dituakan untuk, menjaga dan pelestariannya. Karena Adat adalah sesuatu yang lazim dilakukan di suatu daerah dan bersifat sakral adanya.

Berbagai definisi, dapat diperoleh dalam pengertiannya mengenai kebudayaan/ adat, kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Dan dengan serta merta mengikuti perkembangan arus globalisasi.

Disisi lain budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaan, itu wajar, sebagai bukti bahwa bahwa budaya itu hidup dan berkembang. Aku bangga menjadi salah satu anak Turatea yang senantiasa menjaga kearipan Budaya lokal, yang kita miliki di Tanah Turatea, satu-satunya di tanah air Indonesia, yang masih mempertahankan dan menkolaborasikan budaya/ adat dalam berbagai hal, dalam kehidupan sehari-hari, baik secara kedinasan maupun secara umum, yang sampai saat masih melekat dengan lontaran kata Karaeng dalam setiap percakapannya. Inilah pertanda bahwa nilai-nilai budaya amat melekat sampai sekarang di bumi Turatea yang tak lekang oleh perkembangan Zaman, yang begitu mengglobal, hal inilah yang perlu diApresiasi. Dan siapa lagi kalau bukan kita Saribattang, merawatnya, jadi Jangan kita berpikir picit, seperti kodok dibawah tempurung.

Mengulit lebih dalam tentang kalimat, Apa pasal sehingga saya berpendapat demikian? Tenang dulu, Saribattang. Tentu tidak akan ada asap apabila tidak ada api. Lalu, apa gerangan apinya sehingga “lidah” saya berasap? Baiklah. Mari kita sisir pelan-pelan. Untungnya saudara anda pakai sisir seandainya sekop, barang kali anda sudah membuat suatu revolusi, yang menyaingi Hitler, terkini karena begitu murkanya anda terhadap orang-orang tak berdosa.

Seiring dengan perkembangan Zaman akhir kita, harus akui bahwa jaman ini telah berobah, tinggal bagaimana kita merawatnya tentang simbol-simbol masa lalu, kita arif dan bijak berpikir, tanpa mengabaikan makna apa terkandung didalamnya.
Kita berharap kedepan sebagai generasi untuk tetap berkreasi, kreatif innovatif dan mengglobal untuk melihatlah dunia, disana menantimu betapa kau diharap sebagai pelanjut yang bisa merobah tatanan kehidupan, bukannya perilaku yang cenderung materialistis dan mementingkan diri sendiri, seperti melakukan Korupsi dan Kolusi, pertanyataannya? , bagaimana ketika kau menjabat apakah dijamin amanah, dalam menjalankan kepercayaan yang engkau embang demi untuk kemaslahatan bangsa dan negara. (RB#).

Penulis:, RUSLAN.

(Visited 131 times, 1 visits today)
Muhammad Rustan Salam

Muhammad Rustan Salam

Media Online

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

scroll to top